Askep Sifilis
A.
KONSEP DASAR
I. DEFINISI
Sifilis
adalah penyakit infeksi oleh treponema pallidum dengan perjalanan penyakit yang
kronis, adanya remisi dan eksasarbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh
terutama sistem kardiovaskuler, otak dan susunan saraf, srta dapat terjadi
sifilis kongenital.
II. KALSIFIKASI
1. Menurut
WHO
a. Sifilis
Dini
Dapat
menularkan penyakit karena terdapat treponema pallidum pada lesi kulitnya.
b. Sifilis
Lanjut
Tidak
menular karena Treponema pallidum tidak ada.
2. Secara
Klinis
a. Sifilis
Kongenital
Penularan
intrauterin setelah pembentukan plasenta (bulan ke V kehamilan) tidak berakibat
keguguran awal / prematur, tetai dapat menyebabkan bayi lahir mati.
b. Sifilis
Akuisita
Penularan
dengan senggama, melalui luka mikroskopik, karena kuman tidak menembus kulit /
mukosa –setelah masuk jaringan, segera melakukan pembiakan dan masuk saluran
limfatik sehingga dalam 24 jam sudah didapati dalam kelenjar limfatik regional.
Stadium
I
Terjadi
7 hari sampai 3 bulan setelah invasi kuman, berupa nodulsoliter pada penis,
vulva, serviks atau ekstragenital, yang kemudian membentuk ulkus durum dengan
tepi meninggi dan tidak dirasa nyeri.
Stadium
II
Terjadi
2 sampai 12 minggu setelah ulkus durum, sebagai lesi mukokutan yang menyeluruh
tubuh disertai limfa denopati generalisata, demam, rasa lesu dan sekita kepala.
Stadium
III
Lesi
yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3 – 7 tahun setelah infeksi.
c. Sifilis
Kardiovaskuler
Biasanya
disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup. Tanda-tanda
sifiliis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisma berbentuk
kantong pada arota torakal.
Umumnya
bermanifestasi 10 – 20 tahun setelah interaksi, seumlah 10 % pasien sifilis
akan mengalami fase ini. Pria dan orang denga kulit warna lebih banyak terkena,
jantung pembuluh darah, yang terkena terutama yang besar. Kematian pada sifilis
terjadi akibat kelainan sistem ini.
d. Neurosifilis
Umumnya
bermanifestasi dalam 10 – 20 tahun setelah terinfeksi. Kelainan ini lebih
banyak didapat pada orang kulit putih. Neurosifilis dibagi menjadi :
1. Neurosifilis
Asimtomatik
Pemeriksaan
serologi reaktif tidak ada tanda dan gejala kerusakan susunan saraf pusat.
Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan
tes serologi reaktif.
2. Neurosifilis
Meningovaskuler
Terdapat
tanda dan gejala kerusakan susunan saraf pusat, berupa kerusakan pembuluh darah
serebrum, infark dan ensefalomalasia dengan tanda-tanda adanya fokus neurologis
sesuai dengan ukuran dan lokasi lesi. Pemeriksaan sumsum tulang beakang
menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi reaktif.
3. Neurosifilis
Parenkimatosa, yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis.
Paresis :
Tanda
dan gejala paresis sangat banyak dan selalu menunjukkan penyebaran kerusakan
parenkimatosa perubahan sifat diri dapat terjadi, mulai dari yang ringan hingga
psikotik. Terdapat tanda-tanda fokus neurologis. Pemeriksaan sumsum tulang
belakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi reaktif
Tabes
dorsalis :
Tanda
dan gejala pertama tabes dorsalis akibat degenerasi kolumna posterior adalah
parestesia, ataksia, arefleksia, gangguan kandungan kemih impotensi, dan
perasaan nyeri seperti dipotong-potong, pemeriksaan cairan sumsum tulang
belakang abnormal pada hampir semua penderita dan pemeriksaan serologis
sebagian menunjukkan reaktif.
III. ETIOLOGI
Treponema
pallidum yang termasuk ordex sirochaetaeas, familli Treponematoceae.
IV. PATOFISIOLOGI
Treponema
Selaput
lendir yang utuh / kulit dengan lesi.
Peredaran darah / semua organ
Masa inkubasi ( ± 3 minggu)
Makula
Papula
Ulkus yang berisi jaringan nekroti
Sifilis
V. DIAGNOSIS
TEST
Untuk
menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus di konfirmasikan dengan
pemeriksaan laboratorium berupa :
1. Pemeriksaan
lapangan gelap (dark field).
2. Mikroskop
fluoresensi.
3. Penentuan
antibodi di dalam serum.
Beberapa
tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi non spesifik,akan tetapi
dapat menunjukkan reaksi ddengan IgM da juga IgG, ialah :
a. Tes
yang menentukan antibodi non spesifik.
- Tes
Wasserman.
- Tes
Khan
- Tes
VDRL ( Venereal Diseases Research Laboratory).
- Tes
RPR (Rapid Plasma Reagin).
- Tes
Automated Reagin.
b. Antibodi
terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein Complement Fixation)
c. Yang
menentukan antibodi yaitu :
- Tes
TPI (Trponema Pallidum Immobilization)
- Tes
FTA ABS (Fluorecent Treponema Absorbed).
- Tes
TPHA ( Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
- Tes
Elisa (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay).
VI. KOMPLIKASI
Komplikasi sifilis menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1998)
yaitu:
Limfadenitis inguinalis luetikum.
Ulkus durum.
Dimensia paralitika.
Aneurisma aorta luetikum.
Taber dorsalis
- Krisis
lambung luetik
- Gangguan
miksi.
Periostitis/osteomielitis
Guma:
- Otak
- Mulut
dan atau hidung
- Hepar
- Testis
- Kadang
orchitis luetika
VII. MANIFESTASI KLINIS
- Tukak -
Demam
- Lesi -
Anorexia
- Pada
pria selalu dis ertai pembesaran kelenjar limfe ingunal medial unilateral /
bilateral
- Terjadi
kelainan kulit yaitu timbul berupa makula, postul dan rupia.
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Sifilis
Primer dan Sekunder
- Penisilin
benzalin 6 dosis 4,8 juta unit injeksi intramuskular (2,4 juta unit / kali) dan
diberikan satu kali seminggu, atau.
- Penisilin
prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi inframuskular sehari
selama 10 hari, atau
- Penisilin
prokain + 2 % aluminium monostearat, dosis 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta
unit / kali sebanyak 2 kali seminggu.
Sifilis
Laten
- Penisilin
Benzatin 6 dosis total 7,2 juta unit, atau
- Penisilin
6 prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari) atau
- Penisilin
prokain + 2 % aluminium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2
juta unit / kali, 2 kali seminggu).
Sifilis
Stactom III
- Penisilin
benzatin 6 dosis total 9,6 juta unit, atau
- Penisilin
6 prokain dalam aqua denga dosis total 18 juta unit (600.000 unit sehari) atau
- Penisilin
prokain ± 2 % aluminium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (dibeirkan 1,2
juta unit / kali, 2 kali seminggu).
Untuk
pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan :
- Tetrasiklin
5000 mg per oral 4 kali sehari selama 15 hari, atau.
- Eritromisin
500 mg per oral 4 kali sehari selama 15 hari, atau.
Untuk
pasien sifilis laten lanjut (71 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat
dierikan :
- Tetrasiklin
500 mg per oral 4 kali sehari selama 30 hari, atau
- Eritrmisin
500 mg per oral 4 kali sehari selama 30 hari
“Obat
ini tidak boleh dibeirkan kepada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.
2. Pemantauan
Serologik dilakukan pada bulan I, II, VI, dan XII tahun pertama \, dan setiap 6
bulan per tahun kedua.
3. Non
medikamentosa
Memberikan
pendidikan kepada px dengan menjelaskan hal-hal sebagai beriut :
- Bahaya
PKTS dan Komplikasinya
- Pentingnya
mematuhi pengobatan yang diberikan.
- Cara
penularan PKTS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya.
- Hindari
hubungan seksual sebelum sembuh, dan memakai kondom jika tak dapat
menghindarkan lagi.
- Cara-cara
menghindari infeksi PKTS di masa datang.
B.
KONSEP KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Identitas
Sifilis
bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.
2. Keluhan
Utama
Biasanya
klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
3. Riwayat
Penyakit Sekarang
Biasanya
klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
4. Riwayat
Penyakit Dahulu
5. Riwayat
Penyakit Keluarga
Riwayat
adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat menentukan.
6. Pengkajian
Persistem
a. Sistem
integumen
Kulit
: biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
b. Kepala
dan Leher
Kepala :
Biasanya terdapat nyeri kepala
Mata :
Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).
Hidung :
Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan palatum.
Telinga :
Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
Mulut :
Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson(incisivus I atas kanan dan kiri
bentuknya seperti obeng).
Leher :
Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
c. Sistem
Pernafasan
d. Sistem
kardiovaskuler
- Kemungkinan
adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit jantung reumatik sebelumnya.
e.
Sistem penceranaan
- Biasanya
terjadi anorexia pada stadium II.
f. Sistem
muskuloskeletal
Pada
neurosifilis terjadi athaxia.
g.
Sistem Neurologis
Biasanya
terjadi parathesia.
h.
Sistem perkemihan
Biasanya
terjadi gangguan pada sistem perkemihan.
i. Sistem
Reproduksi
Biasanya
terjadi impotensi.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa
yang kemungkinan muncul pada diagnosa sifilis
1. Gangguan
integritas kulit sehubungan dengan diagnosa sifilis.
2. Gangguan
rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses peradangan.
3. Peningkatan
suhu tubuh sehubungan dengan infasi kuman.
4. Gangguan
gambaran diri sehubungan dengan anatomi kulit dan bentuk tubuh.
III. INTERVENSI
KEPERAWATAN
Dx
1 :
Gangguan
integritas kulit sehubungan dengan diagnosa sifilis.
Kriteria
hasil : Kembalinya kulit normal.
Intervensi
dan rasional :
1. Anjurkan
menggunakan baju katun dan hindari baju ketat.
R/
: Menurunkan iritasi
2. Pertahankan
kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.
R/
: Untuk menyeimbangkan cairan.
3. Berikan
dengan latihan rentang gerak.
R/
: Mencegah kerusakan lebih lanjut.
4. Kolaborasi
dengan tim medis lain.
R/
: Untuk mempercepat proses penyembuhan.
Dx
2 :
Gangguan
rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses peradangan.
Kriteria
hasil : Nyeri berkurang
Intervensi
dan Rasional :
1. Kaji
tingkat nyeri
R/
: Untuk mengetahui rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
2. Ajarkan
tekhnik distraksi dan relaksasi.
R/
: Tekhnik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri.
3. Berikan
posisi yang nyaman
R/
: posisi yang nyaman dapat meningkatkan relaksasi sehingga membantu menurunkan
nyeri.
4. Kolaborasi
dengan tim medis pemberian obat golongan penisilin.
R/
: Memberikan penurunan rasa nyeri.
Dx
3 :
Peningkatan
suhu tubuh sehubungan dengan infasi kuman.
Kriteria
hasil : Suhu tubuh normal (36 – 37o)
Intervensi
dan Rasional
1. Anjurkan
pasien untuk memakai baju tipis.
R/
: Agar terjadi pemindahan panas.
2. Pantau
suhu tubuh pasien
R/
: Mengetahui adanya infeksius akut.
3. Beri
pasien kompres hangat.
R/
: Untuk menurunkan suhu tubuh.
4. Kolaborasi
dengan tim medis pemberian obat anti piretik.
R/
: Untuk mengurangi demam / menurunkan suhu tubuh
Dx
4 :
Gangguan
gambaran diri sehubungan dengan anatomi kulit dan bentuk tubuh.
Kriteria
hasil :
- dapat
mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
- Mengenali
penggabungan peruaban dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa
menimbulkan harga diri negatif.
Intervensi
dan Rasional :
1. Anjurkan
pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa marah.
R/
: Membantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan.
2. Bantu
dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
R/
: Membantu peningkatkan [erasaan harga diri dan kontrol atas salah satu bagian
kehidupan.
3. Dorong
orang terdekat agar memberi kesempatan pada klien melakukan sesuatu untuk
dirnya sendiri.
R/
: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri sendiri dan
meningkatkan proses rehabilitasi.
IV. EVALUASI
1. Apakah
integritas kulit klien sudah kembali normal / baik ?
2. Apakah
gangguan rasa nyaman (nyeri) klien teratasi ?
3. Apakah
suhu tubuh klien kembali normal ?
4. Apakah
gangguan gambaran diri klien sudah teratasi ?
DAFTAR
PUSTAKA
- Mansjoer
Arif ; 2000 ; Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 2 ;
Media aesculapius ; Jakarta.
- Daili
Fahmi Syaiful ; 2003 ; Penykit Menular Seksual ; FKUI
;Jakarta.
- Doenges
E. Marillyn ; 1999 ; Rencana Asuhan Keerawtan, Edisi 3 ; EGC
; Jakarta.
- Compenito
J. Lynda ; 1999 ; Rencana Asuhan Keperawatan ; Edisi 2 ; EGC
; Jakarta.
- Ramali
Ahmad. Med. Dr. ; 2000 ; Kamus Kedokteran ;Djambatan
; Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar