Rabies
RABIES
I.
KONSEP DASAR
TEORI
A.
PENGERTIAN
Rabies adalah
penyakit infeksi tingkat akut susunan saraf pusat yang disebabkan oleh
virus rabies.
B.
MANIFESTASI
KLINIS
Masa
inkubasi rabies 95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi bias bervariasi antara 7
hari hingga 7 tahun, hanya 1% kasus dengan inkubasi 1-7 tahun.
Gejala sakit yang akan di alami seseorang yang
terinfeksi rabies meliputi 4 stadium :
a.
Stadium prodromal
Demam,
sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening (nausea) dan lain
sebagainya.
b.
Stadium sensori
Pada
stadium ini Penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka
gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi),
dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi.
c.
Stadium eksitasi
Pada
stadium ini penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan
dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara ( aerofobia ), ketakutan pada
cahaya ( fotofobia ) dan ketakutan air ( hidrofobia ).
d.
Stadium paralitik
Pada
satadium ini penderita menunjukan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke
bawah yang progresif.
C.
ETIOLOGI
Rabies
disebabkan oleh virus rabies. Virus rabies ini masuk dalam family rhabdoviridae
dan genus lysavirus, golongan virus RNA. Selubung terdiri dari lipid, protein
matriks dan glikoprotein. Virus inaktif pada suhu 56©C, dan pada kondisi lembab
sekitar 37©C virus dapat bertahan beberapa jam. Virus rabies juga akan mati
dengan deterjen, sabun, etanol 45% atau larutan yodium(betadine).Virus ini
hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan.
Hewan
perantara antara lain: rakun (procyon lotor), sigung, rubah merah, anjing. hewan
perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui
gigitan. Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit
yang terluka. Meskipun sangat jarang terjadi, rabies biasa juga di tularkan
melalui penghirupan udara yang tercemar virus rabies.
D.
PATOFISIOLOGI
Infeksi
biasanya terjadi melalui kontak dengan binatang seperti anjing (90%), kucing,
kera, serigala, kelelawar, dan di tularkan pada manusia melalui gigitan
binatang atau kontak virus (saliva) dengan luka pada host ataupun membran
mukosa. Setelah terinfeksi melalui gigitan, virus akan memasuki saraf perifer
kemudian berjalan kearah system saraf pusat. Selama fase ini virus, virus tidak
dapat terdeteksi dengan mudah di dalam tubuh penderita. Ketika virus mencapai
otak, virus akan menyebabkan ensefalitis dengan cepat. Ini disebut sebagai fase
prodromal dan merupakan gejala awal. Di otak virus kemudian memperbanyak diri
dan menyebar luas dalam semua bagian neuron-neuron, dangan predileksi terutama
pada sel-sel system limbic, hipotalamus dan batang otak. Khususnya mengenai
infeksi pada system limbic, pasien akan menyerang mangsanya tanpa ada provokasi
dari luar. Ini di akibatkan Karena system limbic erat hubungannya dengan fungsi
pengontrolan sikap emosional.
Setelah
memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian bergerak ke
perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf maupun saraf otonom. Dengan demikian, virus
ini menyerang hampir setiap organ dan jaringan dalam tubuh, dan berkembang biak
dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan lemak.
E.
PENATALAKSANAAN
1)
Penanganan
Tidak
ada terapi untuk penderita yang sudah menunjukkan gejala rabies ; penanganannya
hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal jantung dan gagal nafas.
Perawatan intensif hanyalah metode untuk memperpanjang dan mungkin menyelamatkan
hidup pasien dengan mencegah komplikasi respirasi dan kardiovaskuler yang
sering terjadi. Isolasi penderita penting segera setelah diagnose ditegakkan
untuk menghindari rangsangan-rangsangan yang dapat menimbulkan spasme otot dan
mencegah penularan. Penderita rabies dapat diberikan obat-obat sedative dan
analgesic secara adekuat untuk memulihkan ketakutan dan nyeri yang terjadi.
Penggunaan obat-obat anti serum, anti virus, interferon, kortikosteroid dan
imunosupresif lainnya tidak terbukti
efektif.
2) Pencegahan
Pada
setiap keadaan, keputusan harus dilakukan kapan memulai profilaksis rabies
pasca pemajanan. Ketika memutuskan kapan harus memberikan profilaksis rabies,
digunakan pertimbangan berikut: (1) apakah individu mengalami kontak fisis
dengan saliva atau bahan lain yang mungkin mengandung virus rabies, (2) apakah
rabies diketahui atau diduga pada spesies dan area yang dihubungkan dengan
pemajanan ( misalnya; semua individu dalam kepulauan Amerika digigit kelelawar
yang kemudian lolos sabaiknya menerima profilaksis pasca-pemajanan), (3)
keadaan sekitar pemajanan, dan (4) pengobatan alternative dan komplikasi. Untuk
pencegahan penyakit rabies dapat dilakukan penanganan sbb:
a.
Penanganan Luka
Luka
gigitan harus segera dicuci dengan sabun, dilakukan debridement dan berikan
desinfektan seperti alcohol 40-70%, larutan ephiran 0,1%. Luka tidak dibenarkan
untuk di jahit kecuali bila keadaan memaksa dapat dilakukan jahitan situasi.
b.
Profilaksis
pasca-paparan
Secara
garis besar ada 2 tipe vaksin anti rabies(VAR), yaitu:
(1)
Nerve Tissue
Vaccine(NTV): vaksin ini berasal dari otak hewan dewasa seperti kelinci,
kambing, domba dan monyet atau berasal dari otak bayi hewan mencit seperti
Suckling Mouse Brain Vaccine ( SMBC ).
(2)
Non Nerve Tissue
Vaccine: vaksin ini berasal dari telur itik bertunas (Duck Embryo Vaccine ; DEV
) dan vaksin yang berasal dari biakan jaringan seperti Human Diploid Cell
Vaccine ( HDCV ) dan Purified vero Cell Rabies Vaccine ( PVRV ).
Pada luka gigitan yang ringan pemberian vaksin
saja sudah cukup, tetapi pada semua kasus gigitan yang parah dan semua gigitan
binatang liar yang biasanya menjadi vector rabies, kombinasi vaksin dan serum
anti rabies( SAR ) adalah yang paling ideal dan memberikan proteksi yang jauh
lebih baik dibandingkan dengan vaksin saja.. SAR dapat digolongkan dalam
golongan serum homolog yang berasal dari manusia ( Human Rabies Immune Globulin
; HRIG ) dan serum heterolog yang berasal dari hewan.
Cara vaksinasi pasca paparan yang dilakuan pada
paparan yang ringan berupa pemberian VAR secara intramuskuler dengan dosis 0,5
ml pada hari 0, 3, 7, 14, 28(regimen Essen/rekomendasi WHO), atau pemberian VAR
0,5 ml pada hari 0, 7, 21(regimen Zagreb/rekomendasi Depkes RI). Pada luka
gigitan yang parah, gigitan leher leher keatas, pada jari tangan dan genetalia
diberikan SAR 20 iu / kg berat badan dosis tunggal. Cara pemberian SAR adalah
setengah dosis infiltrasi pada daerah luka dan setengah dosis intramuskuler
pada tempat yang berlainan dengan suntikan SAR, diberikan pada hari yang sama
dengan dosis pertama SAR.
c.
Profilaksis
pra-pemajanan
Individu
dengan resiko tinggi kontak dengan virus rabies yaitu dokter hewan, penyelidik
goa, pekerja laboratorium dan pelatih binatang, sebaiknya mendapat profilaksis
pra-pemajanan dengan vaksin rabies. Wisatawan yang akan berkunjung ke
daerah-daerah endemis seperti meksiko, Thailand, Filipina, india, sri lanka di
anjurkan mendapatkan pencegahan pre-exposure. VAR di berikan dengan dosis 1 ml
secara intra muskuler pada hari ke 0, 7, dan 28 lalu booster setelah 1 tahun
dan tiap 5 tahun.
F.
KOMPLIKASI
Berbagai
komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul pada fase
koma. Komplikasi neurotropik dapat berupa peningkatan tekanan
intracranial;kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindrom
abnormalitas hormone anti demik (SAHAD) ; disfungsi otonomik yang menyebabkan
hipertensi/hepertermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat local maupun
generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada
stadium prodromal sering terjadi komplikasi hiperventilasi dan alkalosis
respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi pernafasan terjadi pada fase
neurologic akut. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi
dan gangguan otonomik.
SUMBER:
0 komentar:
Posting Komentar